Rabu, 20 April 2016

Menapak Jalan Menuju Hakikat

Oleh: Ruhullah Syams Setiap manusia yang meyakini keberadaan realitas zahir dan batin (gaib), tentunya berpikiran
tentang jalan untuk meraih dan menggapai kedua realitas tersebut. Karena realitas zahir adalah sesuatu yang terang,
jelas, dan bahkan badihi (swa-bukti) bagi setiap orang, maka jalan ini sangatlah mudah untuk ditapaki dan diraih oleh
semua orang. Misalnya ketika seseorang merasa haus atau lapar, dengan mudah ia dapat menghilangkan dahaga atau
laparnya dengan meneguk air atau menyantap makanan. Namun, terkadang dikarenakan realitas zahir ini juga,
kebanyakan manusia pada akhirnya mengabaikan realitas batin. Padahal realitas ini jauh lebih sempurna, lebih indah,
dan lebih permanen dari realitas lahir.
Kognisi Diri; Jalan Mencapai Batin “Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya” (Al-
Hadits)Beberapa hal berikut ini yang perlu disebutkan dalam rangka kognisi diri:Pertama: Dzat manusia terbentuk dari
dua substansi: Substansi cahaya yang membentuk nafs dan substansi gelap yang membentuk jasad. Nafs, adalah
hidup, berakal, bekerja dan aktif: sedangkan jasad, adalah mati, jahil, dan pasif.Kedua: Kesempurnaan, keutamaan, dan
kelebihan atas yang lain, dapat diperoleh manusia hanya dengan jalan pengetahuan dan pengamalan terhadap
kemestiannya, bukan sesuatu yang lain.Ketiga: Pengetahuan yang mengantarkan manusia untuk memperoleh
keutamaan dan kesempurnaan serta dengan memilikinya akan menaikkan manusia dari kesejajaran hewan-hewan
sampai derajat malaikat muqarrabin, bukanlah setiap ilmu (baca; sembarang ilmu). Betapa banyak ilmu dan
pengetahuan yang menjadi karya ilmuan tapi hanya menyibukkan para pembacanya, sebab isi dan kandungannya tidak
lebih hanya semacam ungkapan-ungkapan perkataan. Adapun ilmu dan makrifat yang bermanfaat di akhirat hanyalah
ilmu dan makrifat yang ulama akhirat memberikan perhatian sangat besar terhadapnya, sementara ulama dunia
membelakanginya, yakni pengetahuan dan makrifat terhadap Tuhan, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, kitabkitab
suci-Nya, dan para Nabi-Nya (Insan Kamil). Juga pengetahuan terhadap hari kiamat (eskatologi), nafs manusia
serta bagaimana nafs mengalami kesempurnaan dan kenaikannya -dari posisi kehewanan- mendapatkan kondisi fana
sampai pada tataran malakut dan ruhani yang langgeng dan abadi.Keempat: Kesempurnaan ilmu dan makrifat demikian
ini tidak mungkin diperoleh kecuali dengan jalan riadah dan kesungguhan syar'i serta keilmuan dan menjaga syaratsyarat
khusus. Dan kemungkinan untuk meraihnya terbuka lebar bagi setiap orang, namun karena hanya sedikit yang
mengarunginya dengan sungguh-sungguh maka hanya sedikit orang yang berhasil menggapainya.Untuk memahami
ungkapan-ungkapan di atas dengan baik, kami menjelaskannya dalam bentuk suatu contoh:Nafs (jiwa) manusia dalam
mempersepsi topik-topik benar dan hakikat sesuatu, berposisi sebagai cermin yang berhadapan dengan gambarangambaran
ma'lumât (hal-hal yang diketahui). Sementara sebab tak terlihatnya suatu gambaran dalam cermin, ada lima
hal:1. Cermin masih belum dalam bentuk sempurnanya, misalnya bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatannya
sudah tersedia, tapi cermin masih belum dibuat.2. Terkadang cermin telah jadi, tapi kotoran, karatan, dan debu
mengenainya (menutupinya).3. Dikarenakan kita tidak memposisikan cermin pada posisi dimana gambar (rupa) ingin
disaksikan, misalnya obyek dan benda yang ingin disaksikan berada dibelakang cermin.4. Antara cermin dan benda
terdapat sesuatu –misalnya tirai- sebagai penghalang.5. Kita tidak mengetahui secara pasti posisi dimana
sesuatu yang menjadi obyek perhatian di arahkan, sehingga cermin kita letakkan ke arah tersebut.Demikian juga seperti
lima perkara ini tentang substansi nafs manusia, dimana ia memiliki kesiapan sebagai sebuah cermin bagi tajalli
gambaran hakikat Hak Swt. Oleh karena itu, langkah mendasar yang dibutuhkan untuk mendapatkan ilmu dan makrifat
Ilahiah adalah mengenal diri dan nafs kita terlebih dahulu. Bahwa nafs adalah suatu substansi cahaya, hidup, berakal,
bekerja, aktif, dinamis, dan abadi. Dari dimensi-dimensi yang dimilikinya itu, ia memiliki pelbagai kesiapan untuk
menyerap asma dan sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Takhallaqu Bi
Akhlâqillah (Berakhlaklah dengan akhlak Allah). Namun tentunya dengan syarat ia harus memiliki kebersihan dan
kesucian, sehingga dimensi-dimensi yang dimilikinya tersebut dapat bekerja dengan baik dan sempurna dalam
berhadapan dengan cahaya-cahaya Ilahiah yang senantiasa terpancar di alam makro kosmos dan mikro
kosmos. Kemungkinan Musyhadah Alam GaibTidak diragukan, para pembesar agama-agama –dalam hal ini para
nabi As- dengan perbedaan tingkatan yang mereka miliki, mempunyai hubungan dengan alam metafisika (baca; alam
gaib) dan memiliki informasi dan pengetahuan tentang perkara-perkara batini. Namun masalahnya adalah apakah
maqam dan kedudukan ruhani ini hanya terkhusus bagi mereka? Apakah ia merupakan pemberian Tuhan yang hanya
terbatas bagi mereka ataukah orang-orang lain yang mengikuti jalan ilmu, makrifat, dan amali mereka, juga berpeluang
untuk menggapainya?Dengan kata lain, apakah informasi dan pengetahuan terhadap perkara-perkara batini dan rahasirahasia
gaib terbatas hanya bagi para nabi As dan orang-orang lain yang berada di alam materi ini tidak mampu
mendapatkan jalan tersebut kecuali setelah mereka mati, ataukah maqam tersebut merupakan perkara iktisabi
(maksudnya dapat diperoleh dengan berusaha dan berupaya) dan orang-orang lain juga berpeluang meraihnya?
Tentunya jawaban kita dalam hal ini adalah bahwa orang-orang lain juga mampu mendapatkan jalan kepada rahasiarahasia
alam.Salah satu argumennya adalah; hubungan alam materi (fisika) dengan alam metafisika, hubungan sebab
dan akibat serta sempurna dan kurang. Dan kita menamakan hubungan ini dengan hubungan zhahir dan
batin.Sebagaimana kita alami bahwa zhahir secara daruri kita saksikan, sementara penyaksian zhahir tidak bisa kosong
dari penyaksian batin, sebab keberadaan zhahir adalah gradasi keberadaan batin dan merupakan manifestasinya;
karena itu, batin juga tersaksikan secara aktual ketika zhahir tersaksikan. Dan sebagaimana zhahir merupakan batasan
dan manifestasi batin maka ketika manusia mengenyampingkan batasan ini dan bersungguh-sungguh (mujahadah)
untuk mengabaikannya, tidak diragukan dia akan menyaksikan yang batin.Dengan kata lain alam materi ini adalah akibat
dari alam mitsal, yakni jika kita ingin dalam bentuk suatu tangga naik ke atas maka kita dari alam materi akan naik ke
alam mitsal. Dan alam mitsal ini, sekarang juga bersama kita, ia maujud secara aktual saat ini. Oleh karena itu,
hubungan alam zhahir dengan alam batin adalah hubungan akibat dengan sebab. Seperti konsepsi yang ada di akal manusia dengan tulisannya. Manusia, ketika sedang menulis, secara beruntun dia mengkonsepsi dan menuliskannya.
Dan jika sedetik dia berhenti mengkonsepsi (sesuatu) maka dia juga akan berhenti menuliskan sesuatu.Pada hakikatnya
dalam konteks ini juga berlaku sistem sebab dan akibat. Zhahir yang disaksikan ini, ia sendiri keberadaannya tegak atas
dasar batin. Dan meskipun pada dasarnya batin juga tersaksikan, tapi kita tidak melihatnya. Ketika kita menyaksikan
zhahir, batin juga secara aktual tersaksikan oleh kita. Jika seseorang penglihatan batinnya terbuka maka tidak mungkin
penyaksian zhahirnya tidak membawanya pada penyaksian batin; sebab wujud zhahir tidak lain merupakan bentuk dan
gambaran dari wujud batin. Jadi zhahir itu adalah batin yang bertajalli dan memanifestasi. Karena itu, dengan
penyaksian alam materi ini maka batin juga tersaksikan.Zhahir adalah batasan batin. Pada hakikatnya alam batin
terbatasi dengan alam zhahir. Jika seseorang mampu dengan mujahadah nafs memecahkan batasan ini dan tidak
menghiraukannya maka dia niscaya akan menyaksikan batin dari alam ini. Sebagaimana nafs mempunyai kesatuan
dengan badan, maka di satu sisi nafs memandang dirinya adalah badan itu sendiri. Namun ketika badan dari jalan
penginderaannya menyaksikan nafs maka dia menyangka dirinya terpisah dari nafs, dan ketika persangkaan ini
mengambil bentuk maka nafs berhenti pada tataran badan dan melupakan tingkatannya yang tinggi. Tingkatan tinggi
setiap orang adalah alam mitsal dan alam akalnya. Dan nafs, ketika melupakan suatu tingkatan dari tingkatantingkatannya
maka dia akan melupakan juga kekhususan-kekhususan yang terkhususkan tingkatan tersebut dan alam
yang terkhususkan untuknya; akan tetapi pada saat yang sama dia tetap menyaksikan inniyyah dan hakikat dirinya,
yakni akunya. Penyaksian ini adalah daruri dan tidak dapat terpisahkan.Oleh karena itu, dengan terputusnya aku dari
badan maka tidak terdapat lagi tirai penghalang. Berasaskan ini, jika seseorang kembali kepada nafs dan hakikat dirinya
dengan ilmu dan makrifat serta amal baik, niscaya hakikat nafs, tingkatan-tingkatannya, maujud-maujud dan rahasiarahasia
batin alam akan dia saksikan.Jadi jelaslah bahwasanya manusia selain para nabi As dan maksumin As, juga
mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan terhadap alam metafisika (alam gaib) ketika
dia masih hidup di alam materi ini, yakni bukan hanya hakikat-hakikat yang tersembunyi dan rahasia itu baru mereka
bisa saksikan setelah kematian natural dialaminya. Musyahadah Batin Dalam Al-Qur’an dan RiwayatUntuk
mengakhirkan bahasan ini kami akan menukilkan sebagian dalil-dalil nakli yang mendukung pandangan tersebut di atas.
Bukti dan dalil ini akan memberi kesaksian bahwa manusia mampu menyaksikan rahasia-rahasia dan batin alam sejak
dalam kehidupannya di alam materi ini.Ayat al-Qur’an menyebutkan: “Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia
adalah Hak. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi syahiid atas segala sesuatu? Ingatlah,
sesungguhnya mereka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah sesungguhnya Dia Maha
Meliputi segala sesuatu.” (Qs. Fussilat [41]: 53-54) Sebagian mufassir seperti Allamah Thabathabai menafsirkan
bahwa kata syahiid dalam ayat ini tidaklah bermakna syaahid, tetapi bermakna masyhuud, dengan qarinah bahwa dalam
ayat ini disebutkan tentang Tuhan memperlihatkan tanda-tanda-Nya sehingga jelaslah Dia Hak Swt.Dan ayat al-
Qur’an: “Dan milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh
Allah Maha luas, Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah[2]: 115) Sebab Tuhan, Dialah yang awal dan akhir dan Dia
pula yang zhahir dan batin maka ke mana pun maujud-maujud ini mengarahkan pandangnnya, yang mereka saksikan
adalah wajah-Nya, apakah itu yang zhahir ataukah yang batin. Terdapat sebuah riwayat dari Rasulullah Saw: bahwa
beliau masuk masjid pada waktu subuh, di dalam mesjid beliau menyaksikan seorang pemuda kurus namun penuh
cahaya di wajahnya duduk di salah satu sudut masjid. Rasulullah bertanya: Bagaimana kondisi anda pada subuh ini?
Pemuda itu menjawab: Saya pada subuh ini dalam kondisi yakin kepada Allah Swt.Bertanya Rasulullah tentang kondisi
ZaidBagaimana pagi subuh ini kau lalui wahai sahabat sejati?Berkata Aku hamba yang yakinBertanya mana bukti
keyakinan yang menakjubkan itu?Berkata aku menyaksikan makhluk-makhluk penghuni langitDan aku melihat dan
menyaksikan Arasy dan para penghuninya.Diriwayatkan bahwa Haris bin Malik berkata kepada Nabi Saw: "Ya
Rasulullah, aku melihat neraka jahanam dan penghuninya dan aku melihat surga beserta penghuninya dan aku
mendengar suara-suara mereka" (Ushul al-Kafi, Jld. 2, Bab Hakikat al-Iman wa al-Yaqin) Imam Ali As dalam khutbahnya
menta'birkan kelompok manusia seperti ini dengan ungkapannya: "Mereka ada di alam dunia ini, menyaksikan Surga
seakan-akan mereka juga sedang ikut menikmati keindahannya". (Nahjul Balagah, Khutbah 193) Mampukah kita
menjadi orang-orang yang dapat menyaksikan batin dari alam ini? Semoga!

Rabu, 13 April 2016

KRITIK

Melangkah itu beresiko, tapi diam ditempat beresiko lebih besar.
Jangan takut dikritik orang lain, kritik itu seperti amplas, walau kasar tapi menghaluskan.


 by; alqolamupi.com

Istiqomahkah hatimu?

Waktu bergulir begitu cepat, seolah tak ingin menoleh kanan-kiri. Hukum alam telah membuktikan waktulah ujung perputaran siklus dalam menjalani setiap langkah kehidupan. Terlalu sibuk? Seolah diatur waktu. Ibadah seolah selingan. Merutinkan diri dengan kegiatan? Seolah diri sendiri tak pantas untuk di urus, padahal diri ini butuh asupan ruhiyah dari majelis ilmu. Menebar keluhan, seolah kita menjadi pribadi yang paling menderita dan lemah, padahal ada Allah yang meringankan beban dalam hati. Waktu bergulir harus dengan keistiqomahan hati yang terpaut pada Allah akan tergambar pada pribadi yang penuh syukur akan kesempatan waktu hidupnya


by; alqolamupi.com

Sabtu, 06 Desember 2014

DO"A

Di antara doa husnul khatimah yang diajarkan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an adalah doa golongan ulul albab, yaitu firman Allah: رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan rasul) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kalian kepada Rabb kalian!”, maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa besar kami, hapuskanlah dari kami dosa-dosa kecil kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran [3]: 193) Doa husnul khatimah lainnya dalam Al-Qur’an adalah doa nabi Yusuf ‘alaihis salam yang sangat baik apabila selalu kita lantunkan: فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (Ya Allah) Tuhan Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan golongan orang-orang yang saleh. (QS. Yusuf [12]: 101) Doa husnul khatimah lainnya dalam Al-Qur’an adalah doa para tukang sihir Fir’aun yang bertaubat dan beriman kepada nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam: رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan beragama Islam (berserah diri kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf [7]: 126) Adapun di antara contoh doa husnul khatimah yang diajarkan secara langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam adalah: اَللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِيمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ فِيهِ. “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku adalah umur yang terakhirnya, sebaik-baik amalku adalah amal-amal penutupannya dan sebaik-baik hariku adalah hari saat aku menghadap-Mu.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath. Al-Hafizh Nuruddin Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 10/158 no. 17267 menshahihkan sanadnya) Wallahu a’lam bish-shawab.

Rabu, 02 April 2014

5 Prinsip Hidup yang Bisa Membuat Anda Selalu Tenang dalam Menjalani Kehidupan

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat. "Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?" Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai". "Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi. Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. "Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini." "Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini." Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil. Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya. Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik. Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar. Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu. Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda atau goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan.

Inspiratif - Kisah Dua Tukang Sol Sepatu

.Mang Udin, adalah seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang biasa disebut tukang sol. Setiap pagi dia melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap nanti sore hari, mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil. Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan. Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap. “Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan. “Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh. “Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas. “Alhamdulillah, itu harus disyukuri.” “Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal. “Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum. “Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur. “Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya. Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat. “Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.” Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut. Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti, “Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.” Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata, “Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.” “Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum. “Abang yakin?” “Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan. “Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap. “Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah. Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa. “Apa kabar mang Udin?” “Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan. Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata, “Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.” “Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran. “Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi. Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi, “Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?” “Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum. Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh. “Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar. Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan. “Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh. “Tidak.” “Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.” Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum. “OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca. “Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.” Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik

Manusia bertanya, dan Al-Qur'an menjawab untuk menerangi hati kita yang sedang galau

Tidak jarang dari kita selalu dikelilingi dengan ujian dan cobaan dalam hidup, dan terkadang ujian hidup membuat seseorang merasa bersedih dan putus asa. Putus asa dalam Islam adalah dosa. Coba buka wawasan dan simak kata-kata yang dirangkum dari Al-Qur'an berikut ini, dan jadikanlah untuk penguat dan penerang hati disaat sedang bersedih atau galau. Manusia bertanya, kenapa aku diberi ujian seberat ini? Al-Qur'an menjawab, Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286) Manusia bertanya, bolehkah aku frustasi? Al-Qur'an menjawab, janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula kamu bersedih hati padahal kamulah orang orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 139) Manusia bertanya, bolehkan aku berputus asa? Al Qur'an menjawab, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir. (QS. Yusuf: 87) Manusia bertanya, bagaimana cara menghadapi ujian hidup? Al-Qur'an menjawab, hai orang orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersifat siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran: 200) Jadilah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang orang yang khusyu. (QS. Al-Baqarah: 45) Manusia bertanya, bagaimana menguatkan hatiku? Al-Qur'an menjawab, cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia, hanya kepadaNya aku bertawakal. (QS. At-Taubah: 129) Manusia bertanya, apa yang ku dapat dari semua ujian itu? Al-Qur'an menjawab, sesungguhnya Allah telah membeli dari orang orang mukmin diri dan harta mereka dengan surganya. (QS. At-Taubah: 111) Manusia bertanya, kenapa aku diuji? Al-Qur'an menjawab, apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan kami telah beriman,sedang mereka tidak diuji lagi. (QS. Al-Ankabut: 2) "Dan sesungguhnya kami telah menguji orang orang sebelum mereka maka sesungguhnya Allah mengetahui orang orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 3) Manusia bertanya, kenapa aku tidak diuji dalam hal baik-baik? Al-Qur'an menjawab, boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal amat buruk bagimu (Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui). (QS. Baqarah: 216) Dan masih banyak lagi kandungan (surat-surat atau ayat-ayat Al-Qur'an) yang dapat menerangi hati kita yang sedang bersedih.